Postingan

Menampilkan postingan dari 2022

Doa Untukmu

Gambar
  gambar: @visualsofshe Aku pernah mendengar doa Ibu yang begitu dalam untuk aku dan anak-anaknya yang lain, demi kebaikan dunia dan akhirat kami kelak. Aku juga mendengar doa seorang kawan dengan begitu tulus, akan semesta yang mempercayakan kehadiranku sebagai bagian dari kehidupannya. Melegakan, begitulah rasanya ketika mengetahui ada seseorang yang senantiasa mendoakanmu dalam senang maupun sedihnya. Betapa bersyukurnya ketika ada seseorang yang tak segan menyebutkan nama kita di simpuhnya menghadap Tuhan. Betapa bahagia ketika setidaknya ada seseorang yang mengingat kita, bahkan saat kita sendiri pun seringnya lupa mengingat diri maupun melangitkan syukur karena masih hidup untuk hari ini. Tetapi, betapa sia-sianya doa mereka. Alangkah sia-sianya waktu yang lesap untuk menyebut nama kita dalam doa mereka. Ketika seseorang yang mereka doakan, bahkan dengan sengaja menghancurkan dirinya sendiri juga mencoba berulang kali mengakhiri kehidupannya di bumi. Sungguh buruk n...

EPISODE #11

Gambar
  gambar: @at.andreas Mengisi Hampa dengan Mengosongkan Kita Kamu akan menemukan ruang hampa di antara jarak yang kita punya. Kamu bebas mengapung dan berteriak sesukanya, aku tak akan mendengar apa-apa. Hampa udara menyimpannya sendiri pada sisi sebaliknya. Kebebasan memilikimu lebih utuh daripada aku memiliki diriku. Merupa langit, seolah senja punya waktu dua kali lebih lama untuk menunggumu menyelesaikan sesak di antaranya. Sebagaimana dua koma yang menghadiahkan lega setelah tiba. Meski begitu, ada luka yang masih sama-sama basah di tengah-tengah diri kira. Tentang bagaimana manusia menyisakan lubang di dada atau semesta yang memihak rasa sakit lebih sering dari seharusnya. Sebab itu, untuk waktu yang lama biarkan hampa tetap mengisi jarak kita. Supaya aku dan kamu tidak sama-sama jatuh. Supaya kamu dan aku segera menemukan kembali utuh. A- April, 2022

Mengisahkan Februari

Gambar
gambar: @lifeofluks Terlambat. Satu kata yang mewakili semuanya, meskipun Maret memang baru hadir menyapa melalui minggu pertama. Kala itu, Februari bertahan dengan napas yang tersengal, mencari apapun di sekitarnya untuk berdiri dan mengatur kecamuk dalam diri. Pandangannya tak lagi segagah mata elang dua tahun lalu, karena kini rabun seakan menghapus kejelasan dan baginya menyamarkan sedikit ketakutan pada jalanan yang ia dilalui. Terlambat. Satu kata yang menggambarkan bagaimana Februari menghidupi dirinya sendiri. Tak ada tujuan, tak tetap maksud, dan kosong makna. Udara yang dihirupnya setiap pagi hingga kembali pada subuh lagi, tak lain hanya kekosongan paru-paru yang meminta haknya untuk dipenuhi. Selain itu, Februari adalah cangkang kosong, rapuh dan telah lama ditinggalkan. Tubuhnya utuh, dari satu sampai duadelapan. Namun, kepalanya hancur oleh berbagai pertanyaan yang dibuatnya sendiri.    Maret, 2022