Rumah Untukmu

       Senja tak pernah singgah untuk waktu yang lama, sebab langit tak tahan melihat malam dengan segala kerinduannya yang tertahan.  Bintang dan bulan adalah kenyamanan, yang membuat malam tak pernah kehilangan daya tariknya.

     Mungkin benar, tempat yang nyaman akan disinggahi lebih lama dan melakukan segala hal menyenangkan di sana. Bersama orang-orang terkasih, membuat memori baru untuk kemudian digantungkan dalam mimpi pada setiap semu. Namun tempat tetaplah tempat, ketika ia merengak meminta dirinya kembali, semuanya pergi.  Tak pernah ada jejaknya lagi, benar-benar lenyap menghilang tanpa bekas. Kini tinggallah tempat itu mengusam bersama waktu, berdebu, dan lebur seiring tunggu.

"Kembalilah", katanya mendesis pelan. Tapi apa gunanya, sang pemilik telah mendekap tempat baru, yang lebih segar dan harum membau.

     Mungkin diri kita pernah jadi tempat paling nyaman untuk sesorang, tempat keluh kesahnya ketika begitu membenci kehidupan. Tempat di mana ia meringik kesakitan dan melepaskan seluruh amarah yang terpendam. Namun seiring waktu dia mungkin akan bosan dengan kenyamanan itu, atau bahkan tak mau tahu. Ketika kita meminta sedikit waktunya untuk mendengarkan curahan hati kita, dia justru pergi tanpa kata untuk menyudahi.

      Mungkin baginya waktu adalah segalanya, sampai setitik rasa dariku tak akan ada artinya. Sekarang aku paham, yang sudah jadi tempat ternyaman belum tentu ia adalah tempat terbaik untuk mengungkapkan perasaan.

Perasaannya begitu penting, sampai ketika kita begitu ingin, mereka tak pernah memberikan ruang dan malah bersikap dingin

    Memang perasaanku bukan urusanmu, jangan dipikirkan pun juga tidak penting untuk diperbincangkan. Biarkan aku selalu jadi tempat yang utuh saat kau sendu, saat kau mengadu rindu dengannya. Biarkan aku jadi tempat ternyaman untukmu pulang, meski bukan apa-apa akan selalu ku buka pintu untuk hatimu yang terluka.

        Perasaanku akan membaik dengan sendirinya, biarkan aku menguburnya sendiri, menyelesaikan semuanya sendiri. Aku tak akan membaginya padamu, sebab aku mengerti lukamu mungkin lebih dalam dari sekadar yang ku hadapi.

        Akan kututup ini sendirian, asalkan kau tidak berpindah. Aku akan selalu mengalah. Berjanjilah untuk selalu rebah pada pundakku, meskipun begitu parah aku akan pasrah mendengar seluruh keluh kesah yang membuatmu resah.


-Aku ingin menjadi rumah, untukmu pulang dan melepaskan segala keluh kesah.-

       Aku tak memintamu untuk mengerti, tidak perlu. Namun kau cukup berikan aku waktu untuk sendiri. Menyusun hati yang terkulai karena perbincangan denganmu di malam pilu yang penuh haru. Ketika surya di ufuk sana. Aku hanya minta waktu sampai senja untuk mengembalikan dahaga dalam dada. Jangan berpikir bahwa aku marah, atau membencimu.

         Sebab aku yang sepi ini, hanya butuh waktu untuk menyembuhkan diri. Lukaku ini memang tak sehebat milikmu, tapi ini tetap luka yang  tidak bisa sembuh begitu saja. Biarkan aku berdiam mengubur sakit sejenak. Untuk kemudian merangkulmu ketika malam, dan membuatmu bahagia kembali ketika pagi datang. Berat memang untuk menanggung luka ini sendirian, meredam kesakitan yang semakin lama justru menyesakkan. Tapi ini bukan masalah, untukmu aku akan bertahan lebih lama.

       Kau tak perlu khawatir lagi, aku  akan selalu ada ketika tangismu pecah pada malam yang merajalela. Hingga semua usai dan berubah menjadi tawa ketika pagi tiba. Meskipun bukan aku yang jadi alasan bahagiamu, paling tidak akulah yang mendekap erat dalam detik-detik menyakitkan yang merekat pada hatimu.

 Salam,

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desember

EPISODE #1

KEEP TRYING