Perahu Tualangku
Dari sini ku lihat angin membisu dan air laut membiru. Bergetar hati ini ketika menginggat pelupuk mata yang sendu, sebab begitu banyak air mata yang jatuh untukmu.
Pada tanah berpasir ini, aku merebahkan resah yang telah begitu lama merekah. Pada gemuruh ombak yang memecah sunyi, kudekap kenangan silam tentang kamu yang memilih pergi.
Telah lama kukosongkan perahu, hingga menunda seluruh penjelajahan masa itu. Hanya untuk mendapatkan lebih banyak waktu melupakanmu. Tetapi mengurung hati dalam sangkar, membuatku tak mampu lagi berdiri untuk melihat sinar. Malam membuatku semakin rapuh dan tak berdaya untuk melepaskan diri, dari bayang-bayangmu yang masih saja rehat di sisi.
Ketika bumi membayang hitam, aku menggumpulkan doa untuk ku langitkan. Sembari menunggu janji terpenuhi, selalu kututup malam dengan puji-pujian untuk menenangkan hati yang begitu sepi. Semoga kau benar-benar cepat pergi, dari sisi hatiku yang sudah begitu lemah untuk berdiri. Jangan membebani hati dengan selalu menampakkan diri, dihadapanku yang masih berjuang menyembuhkan ini.
Semenjak namamu kusandarkan pada air pasang, namanya ku gantung jauh dibintang-bintang. Pada tetiap malam angin berlagu menuntun waktu yang tak ragu untuk berlalu. Menebas ilalang atas kesedihan, menghapus kelam pada sisa kenang yang tak akan usang.
![]() |
-Aku akan menunggu, hingga perahumu rebah pada pantai tempatku biasa singgah.-
|
Doa menyambut tunggu dengan hadiah terbesarnya, yaitu kamu.
Aku dipertemukan denganmu ketika senja tengah menghangatkan dermaga. Ketika itu aku sedang terduduk sendirian, mengusap pasir disela desiran air. Langkahmu berdegup menjelma detak samudera, perlahan mendekat hingga membuat udara sekitar menjadi pekat.
Wajahmu yang terurai sunyi melambatkan waktu dan denyut di dadaku. Senyummu yang mekar menutup senja dipenghabisan. Membuat hati yang kemarau menjadi hujan. Aku tak mengerti bagaimana bisa hati ini jatuh, pada seorang yang bahkan tentangnya belum pernah ku sentuh. Sampai kemarin aku masih membisu khususnya perihal rindu, selalu saja kututup haru dengan malu-malu bersembunyi di ruang tidurku mengintai waktu demi waktu hingga habisnya pilu. Kemudian hari ini aku membuka pintu, berlarian menjemput senja sampai terduduk di dermaga.
Ketika kapal terakhir singgah berkalung hempas, menuntun seorang dengan sebaik-baiknya paras. Siluetnya melangkah pasti membawa senyum yang tak lagi dapat diingkari oleh hati seorang yang sudah terlalu lama sendiri. Sulit kuterima, inikah mimpi atau memang jalan yang harus dilalui?.
Detik bergemuruh luar biasa ketika mata kita menatap seirama. Kini ruang begitu sempit untuk bisa menyembunyikan wajah yang memerah, degup ini tak lagi bisa meredup melihat air mukamu yang merekah. Betapa beruntungnya aku ketika dianugerahi mimpi yang begitu indah. Sungguh Tuhan tiada ingkar perihal janji untuk orang yang patah.
Ingin kuakui satu hal, bahwa sudah sejak lama kukagumi engkau dalam diam. Mencuri waktu untuk memandang, berharap memilikimu dengan segala keterbatasan. Dedauan berisik memintaku mengungkapkan sebelum kau singgah di tempat lain yang membuatmu nyaman. Tetapi hati tak mampu beranjak dari dinding temaram, sebab kamu adalah tujuan terdalam dari sucinya perjalanan. Saat itu aku menjauh untuk mengokohkan diri, agar bisa mengasihimu sepenuh hati. Kini di bawah temaram senja kita telah dilangkahkan pada jejak yang sama. Semoga segera berjumpa.
2019-Salam
Komentar
Posting Komentar