Ketika
langkah penuh luka dan air mata ini ingin mengapaimu yang luluh di sana.
Rasanya seperti mati berkali-kali terjerembab ke bumi, sebab tak pernah bisa
mengetuk hati yang begitu sunyi. Ingin mendekapmu yang pilu, ingin mengenggammu
dalam bisunya detak jantungku. Tapi kabut membuat arahku lengah, tak pernah
sampai padamu yang kini sedang terengah. Tanganku kaku, tak bisa lagi menggapai
dan menuntunmu melewati haru. Bibir ini pun kelu, bahkan mengeja namamu saja
aku tak mampu.
Angin
menerjang, hujan basah mengguyur dedaunan mendekap kisah sepi yang semakin
menutupi seluruh perjalanan ini. Malam terisak, bulan membiru dan
bintang-bintang membisu, sebab tangismu tiada usai dan sembab masih menggurung
mata itu. Ombak tergulung lusuh, sepanjang laut ikan-ikan terentang kaku pasrah
dihajar badai yang terus-menerus hadir dalam senjamu hari itu.
Mungkin
benar, aku terlahir untuk melukai bumi yang begitu kau cintai. Dengan tak
sengaja menampar senja, dan membungkam malam bisa kurasakan kau begitu kecewa
melihatku menghela napas setelah bercerita berbagai sandiwara tanpa kata. Tak
bisa ku ikat kembali apa yang sudah terjadi, hanya tersisa mimpi dibawah
lingkar abu abu yang menunggu untuk menabur cinta dalam sesakmu.
Waktu
melepas duka kemudian jenuh membuncah di dada, seiring beranjaknya kamu dari
tujuanku sebab tiada tersambut jua uluran tangan itu. Biar saja jarak ini
merenggang, mungkin dengan tersekat kau akan jadi lebih kuat. Sejenak mungkin
harus ku lepas, seluruh genggam yang sudah lama terlekat hanya untuk menjagamu supaya
tak sekarat.
Aku
tak menyerah, tapi ini sudah waktumu merekah. Berdampingan denganku membuat
kisah indah impianmu tak pernah terjamah. Kau hanya semakin patah, begitu pun luka
itu yang bertambah parah.
Melangkahlah,
jangan menyerah. Aku tidak hilang, hanya saja sedikit menghindar untuk membuat
jalanmu lebih lenggang. Sudah ku titipkan pelita pada tetiap persimpangan untuk
penerang dalam perjalanan. Dan di ujung jalan, ku bawa seluruh hati tuk
menantikanmu tersenyum lagi.
Untukmu yang masih bertahan hari
ini,
Terima
kasih masih mau memandang langit kelabu, merasakan hujan dan ditembus angin
yang menghamburkan angan-angan itu. Terima kasih telah meredam ego, dan
digantikan perjuangan gigih untuk terus berjalan menantikan waktu memulihkan
pilu. Begitu banyak duka yang tersimpan dalam tingkahmu, banyak jenuh yang
tersimpan dalam matamu. Dan maaf karena tak mengerti akan itu semua, maaf aku
hanya bisa menerka-nerka perihal apa yang sedang bergejolak dalam hatimu. Hingga
semua keliru, kemudian hanya menambah ngilu pada setiap malam yang harusnya
bisa jadi tempatmu untuk sebebas bayu.
Kawan,
langit terisak, bumi mengaduh dan semesta meredup ketika melihatmu ingin lepas
dan menghilang tanpa bekas. Fajar masih menantikanmu tersenyum, senja menunggu
kau tertawa dan malam ingin kau menghangatkan dinginya. Tanpamu seperti tidur
yang kehilangan mimpinya.
Jika
dedaunan itu meninggalkan angsana, maka angin akan menggantikannya dengan
kumbang yang singgah untuk membantu penyerbukan. Jika bahagia meninggalkanmu
dalam luka, maka akan datang waktunya Tuhan memberikan bahagia jauh lebih besar
dari sebelumnya.
Memang
berat, ketika kita harus selalu memakai topeng dari waktu ke waktu. Menutupi lemah
dan luka yang makin memerah. Tapi bertahanlah, ini tak akan lama. Semua akan
terbayar sebagaimana mestinya, cukup percaya dan katakan pada semesta bahwa kau
tak akan kalah dengan air mata.
Terima
kasih
2019.
Komentar
Posting Komentar