Rangkaian Nada Untukmu
![]() |
-Bersama rangkaian melodi malam itu, ku ingin menyaksikan sendu terurai dari wajahmu- |
Saat langkah kaki mulai berat, begitu pula jalanan di depan yang
penuh kabut dan sesat. Cahaya rembulan datang menunjukkan arah luang. Menuntun
bayang dalam keremangan untuk pulang, di situ kutemukan dirimu tertambat sunyi dan
terjebak di ruang mimpi. Mungkinkah semesta dengan sengaja membuat kita jumpa?
Menjadikan hatiku gugur pada wajahmu, pun detak ini yang tak lagi beraroma
sendu.
Berpegang lelah, aku menyusup pada kisah yang patah. Sepanjang langkah
kurasakan denyut-denyut resah bersemayam, menjadikanku sangsi untuk mengenggam
jarak yang sudah padam. Sempat bimbang, namun setelahnya ku lihat senyummu
mengembang. Mengganti petang dengan terang pada seluruh tempat yang terpandang.
Tertambat sudah engkau di jantungku, membuat detaknya makin tak
menentu. Dua, tiga, empat kali masih sama, setelahnya begitu banyak getaran di
sana. Seribu kunang bersenandung nada rindu, ketika sehari saja tak melukis dirimu
dalam alunan sajakku. Lantas, setelah itu aku percaya bahwa memang benar kau,
gema yang ku tunggu untuk menghapus duka.
Detik saat kau ingin ku ikat, angin mendekat hingga membuatnya tak
lagi lekat. Malam semakin kosong, hujan semakin basah karena air matamu menderu
pilu tetiap waktu. Ternyata luka yang sempat terbuang, kembali terulang dan
membuatmu semakin meradang.
Tuhan, mengapa engkau tanam begitu dalam cintaku padanya? Bila akhirnya
engkau membuatku memulangkan lagi luka yang sempat membuatnya putus asa.
*
Mestinya hari itu aku tak pernah mengulurkan tangan padamu,
mestinya saat itu aku diam saja ketika kau mengajakku bicara. Semua hal pada
hari itu, seharusnya tak pernah kulakukan saja. Dengan begitu, maka kau akan
terbebas dari luka. Kau tidak akan kehilangan ribuan kubik air mata, dan sembab
itu tak akan sanggup untuk singgah berlama-lama.
Semesta, mengapa kau membiarkan aku berjumpa dengannya? Bila
akhirnya hanya ku buat ia menitihkan air mata.
Aku tak mengerti, bagaimana bisa seorang sedingin aku dipertemukan
denganmu yang sehangat itu. Apakah semesta salah terhadap takdirnya? Ataukah langit
memang sedang menghukumnya?. Rasanya benar-benar ingin ku kembalikan seluruh
waktu itu, waktu saat kita menjadi saksi bangunnya matahari di pagi hari. Waktu
ketika kita menghitung senja yang hendak pergi meninggalkan bumi, ataupun saat
di mana kita menggengam malam yang begitu sepi.
Untuk kesekian kali tak tau harus ku kemanakan lagi perasaan ini. Ya,
rasa syukur atas pertemuan kita, sungguh kau adalah muara dari panjangnya
perjalananku yang memakan begitu banyak derita. Tapi aku begitu keji, ketika
terus menerus meneriakkan bahagia di saat kau bertahan dengan senyum yang
menyesakkan dada.
Karenanya, pada rembang senja dengan untaian kata-kata, aku ingin
meminta maaf padamu dari hati terdalam. Maaf, karena kau harus mengenalku.
Maafkan pula semesta, sebab telah mempertemukan kita pada keadaan yang tidak
seharusnya. Juga terima kasih, masih berusaha lekat meskipun hatimu telah
berkali-kali ingin lepas.
Kini kau boleh berpindah hati, berlabuh pada dermaga lain yang
punya segudang cara untuk menghapus lukamu di sana. Biarkan saja aku tenggelam
pada dasar lubukmu, dengan rindu yang terkubur bersama kenang di hari itu.
Sungguh, jadi sepenggal kisah dalam perjalananmu adalah sebuah kebahagiaan
yang tiada terganti tempatnya. Tak pernah terbesit dalam hati untuk menyayatmu
lagi, semoga ini memang hanya cara Tuhan untuk membuatmu semakin dewasa. Karenanya,
biar ku sertakan kau selalu dalam doa, untuk bertambah bahagia setelah ini dan
seterusnya.
Terima kasih
2019-
Komentar
Posting Komentar