Mendengarmu Yang Jauh Di sana



Rumput tidak punya pilihan untuk tumbuh, di lahan tandus atau subur. Kita pun tidak punya pilihan untuk lahir di tempat yang kita inginkan. Tapi, setelahnya, hidup menyediakan banyak pilihan dan kitalah yang menentukan.

Bumi membawa kita berpijak berhadapan, langit memberikan kita waktu untuk saling memperhatikan. Kedua mata itu adalah kedua mata yang ingin selalu kutemui dalam tidurku, dalam hari-hari ketika aku terbangun lagi, serta dalam perasaan-perasaan yang tidak begitu baik di sini. Inilah saat terbaik untuk menghentikan waktu, untuk menatapmu lebih lama, untuk menikmati senyummu lebih dari biasanya. Andai.

Aku begitu menikmati setiap udara yang kuhirup, dan kutelusuri setiap embusnya. Seakan akan sedang menyentuh kedua pipimu dengan hangatnya. Aku begitu menikmati setiap detak, dan kurasakan setiap aliran darah menuju kepala. Seakan akan sedang memelukmu dengan eratnya.
Sudah sedekat ini pun, kita masih sejauh barat dan timur. Aku melihatmu, merasakanmu bahkan mendengar lembutnya napasmu.

Akan tetapi, tidak begitu. Kedua matamu menatapnya, bibirmu tersenyum kepadanya, dan wajahmu memerah saat memperhatikannya.

“Kau berbicara seakan-akan menjadi orang yang paling hancur, siapa dia? Siapa yang menghancurkanmu sampai begitu patahnya?”, katanya

“Kehidupan”, kataku. Begitu banyak hal indah, begitu banyak orang-orang baik, banyak orang-orang yang masih mau mendengar dan peduli terhadap lainnya. Masih ada begitu banyak hal di bumi, semesta dan isinya. Tetapi kehidupan melupakanku.

Bumi berputar, dan aku turut di dalamnya.

Kehidupan membuatku meninggalkan banyak hal, sesederhana pelukan, senyuman, juga pertanyaan apa kabar. Ia membuatku terus menerus merasa gagal, bersalah dan pantas untuk dihukum, hingga hilang.

Aku menyakiti, aku membuat menangis, aku memaki, aku bahkan mengutuk diriku sendiri. Kehidupan telah pergi, dan aku hanya menjaga sisa gravitasinya untuk tetap membuatku berdiri. Tapi kehidupan tidak pernah mau untuk singgah di sini lagi.

“Dapatkah kau mendengarkan aku dari luar sana? Dapatkah kau mengeluarkanku dari ketakutan ini, dapatkah kau menunjukkan padaku jalan keluar”, Kataku memaki kehidupan.

“Lihat, kau seperti anak kecil yang kehilangan mainan”, katanya.

Aku menghancurkan orang-orang, aku menghancurkan diriku dan segala hal di dalamnya
Keluarkan aku dari sini, jangan tinggalkan aku sendirian dengan pertanyaan, dengan semua hal yang tidak mampu aku selesaikan

“Cukup”, katanya keras.

Hidup juga bernapas, ia tersenyum dan terisak. Kehidupan memberimu warna, tentang biru, merah, jingga dan abu-abu. Kehidupan mengizinkanmu mencicipinya satu persatu, kenapa kau selalu mengambil abu abu. Kenapa selalu hitam dan putih. Ketika ada begitu banyak lainnya, namun kau hanya memilih untuk merasakan keduanya.

Ini bukan salahmu, bukan salah hidup. Ini adalah tempatmu. Ini adalah tentangmu. Bahkan rumput pun tidak diizinkan memilih di mana ia akan tumbuh.

Tanah tandus, atau gembur. Mereka tumbuh dan bertahan bukan menyerah dan menjadi kering kemudian.

Bagaimana dengan anggrek? Dia hanya penganggu? Tidak punya tempat? Ia hanya menempel? Pernahkah kau melihat orang-orang tersenyum melihat anggrek tumbuh. Ketika wajahnya berubah unggu atau kebiruan?.

Ini tentangmu. Ini tentang memilih terus terluka atau memutus rantainya. 
Selamat datang di kehidupan.



Salam, 2020.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desember

EPISODE #1

KEEP TRYING