Bulan Bertuan Rindu


Ketika Bulan menyambangi malam yang kesepian, ia menyamarkan rindu kepada pagi yang telah begitu lama dinantikan. Sejenak bertukar rupa untuk melerai waktu hingga memudarkan sendu kala menanti temu dalam hati yang hanya bisa membisu. Malam bersiul sunyi, disaksikan kerling bintang dari kejauhan. Seperti Aku yang masih berharap mengembalikan kenang tapi ternyata telah jauh terkubur dalam bayang-bayang.

Sinar bulan mengalir jatuh ke bukit sepi, memantulkan kembali kekosongan dalam hati. Rumput-rumput dengan desaunya meraba usia malam, menimbang bimbang di kehampaan untuk memantapkan langkah menggapai cinta yang diidamkan. Tetapi nyatanya kunang-kunang tak akan bertahan ketika pagi menjelang, karena sinarnya bukanlah tandingan surya yang dimiliki semesta raya.

Apa kabar kekasihku? Masihkah engkau berlayar dikebiruan seraya menantikan takdir yang akan menyemai kita pada sajak-sajak itu?.
Ataukah sebaliknya? Engkau menjelma kumbang yang merayu mawar lain dengan bait-bait yang meluluhkan?
Aku tak ingin menerka-nerka, sebab ketika jalanan ini kutempuh dengan seribu doa pada langit. Janji setia telah terucap pada Sang Maha Cinta, perihal aku maupun kamu di sana. Akankah ini bermuara pada mimpimu, atau terhenti di aliran sungai pujangga baru. Yang pasti kegelisahan kisah ini kan segera terjawab dengan senja dan kedamaiannya.

Membicarakan senja, seperti mengundang gundah gelisah perihal kisah yang tengah meniti langkah demi selangkah menuju arah paling indah. Tampak seperti belibis di tepi rawa yang berlomba menggoyahkan keteguhan hati dari masing-masing kita. Semoga gemertak api unggun tak membuatnya layu, dan kau masih akan tetap di situ berpegangan di anjungan perahu. Sembari berayun-ayun dalam sayup hingga berbasah kuyup, ku dengar jantungmu berdegup mengenggam harap sejauh pandangan yang makin meredup.

Nyiur ilalang akan tuntas oleh kedamaian malam, begitu pula rindu yang akan segera sirna dan terganti temu.

-Bulan hadir bukan untuk menantang gelap, tapi untuk menyibak kabut yang menghalangi harap-



Bait-bait doa yang mengalun di tengah malam menyisakan satu nama pada tiap-tiap penghabisan, “kamu” adalah seorang yang selalu ku harapkan untuk datang menguraikan rahasia semesta. Akan tetapi, seiring waktu tampaknya ragu semakin mengepak memenuhi ruang hati.

“Tuan, akankah detakku pantas untuk jadi napasmu?”
Akankah kamu mau, menerimaku yang patah dan penuh luka berdarah?

Bahkan bebintang pun tak mau menoleh meski sebentar. Karena aku terlalu payah untuk berdetak tanpa resah. Aku yang telah jauh tersesat ini, tak pantas untuk pulang di tempatmu yang nyaman. Aku telah begitu lama terlena dalam mimpi, dan kini sudah tak manis lagi karena terlampau sering disesap sepi.

Tuan, ada banyak hal yang pantas kau nantikan. Tidak perlu menantikanku, yang masih begitu jauh dari pantas untuk menjemputmu. Bukankah seorang yang baik akan dipertemukan dengan pasangan yang baik pula, bukankah bulan juga selalu berteman bintang di tetiap malam? Kehidupan tak akan ingkar oleh seluruh kata yang akan tertulis dalam kanvas kita. Karenanya, aku sadar bahwa mengharapkanmu hanya akan menghalangi seorang terbaik untuk hadir dalam ruang hatimu.

Sekarang aku hanya akan menjelajah malam perlahan, menemukan kembali masa di mana sesak tak lagi bergumul dalam dada. Ketika bulan dan bintang terpandang di langit malam, aku akan menyelinap di sela rerumputan. Dengan tertunduk serta menengadahkan tangan aku meminta kepada Tuhan, semoga suatu hari nanti kamu akan berjumpa dengan bintangmu. Dalam doaku semoga saja kamulah yang akan jadi bulan di lelahnya malamku.




2019 -salam-


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desember

EPISODE #1

KEEP TRYING