Selaksa Jendela Rumah Kaca
Selaksa malam yang membuat rindu selalu berpulang dengan air mata, telah menjadi denyut dalam nadiku bersama purnama. Tetiap kisah yang membayang tak akan pernah terbayar dengan kata-kata. Perihal rasa, tiada yang tahu sedalam apa miliknya atau milikmu juga. Bisa saja ia begitu rapuh, dan hanya dengan sehelai ucapan dari bibirmu dapat menyayatnya hingga lumpuh. Ia juga bisa sangat kuat, sampai-sampai merelakanmu yang begitu dicinta tak membuatnya menyerah pada senja lainnya. Hati punya daya tahan masing-masing. Tak bisa dipaksakan oleh batasan ukur tertentu.
Karena tetiap hati itu berbeda, biarkan aku menyatu bersama waktu mengeja namamu kala menghamba pada sang pemilik Cinta. Meminta supaya kita yang berbeda ini diikat dalam satu rasa, dan dipenuhi detak seirama.
Tanyakan pada fajar, dhuhur, dan senja aku tak pernah absen menyelipkan namamu dalam doa. Dan malam pun turut mengiba, melihatku yang tak habis-habisnya menangis memohonkanmu untuk dibingkai denganku dalam cinta.
Namun, lagi-lagi semesta selalu punya kejutan di setiap cerita. Dan kisah kita, adalah sesak milik semesta yang tak tertahan isaknya. Benar saja, sendu dan suka cita bisa menjemput bibir itu kapan saja, tiada yang tahu dari mana datangnya dan bersama siapa. Semua rasanya tiba-tiba ada di kepala.
Ketika seluruh nadi berdenyut untuk memantaskan diri, menjadi seseorang yang kau sukai. Saat itu semesta pula yang menahan denyutnya hingga tak sampai pada dirimu di sana. Seseorang di sana, telah hadir sebagai sandaran lelah itu. Menyisipkanku yang lenguh pada sela-sela kaca jendela, mengembun, semu dan lebur oleh waktu.
Hari itu, rasanya lelah sudah mengalir sampai urat-urat kepala. Darah ini pun beku oleh pilu dan tersedak rasa putus asa. Relakanlah aku untuk berhenti, biarlah aku menyerah, pasrah untuk semua hal yang akan terjadi. Memperjuangkan bahagiamu hanya akan jadi keluh, yang hanyut bersama keruh. Hingga peluh menggenang sepi, nyatanya selama ini aku memang tak ada arti. Jadi, alangkah bijaknya aku berhenti mengharap dan berjuang untuk memiliki.
![]() |
Di balik jendela ini, ku ingin setidaknya kau mengerti. Bahwa ada yang lebih sakit tapi selalu saja berusaha untuk berdiri lagi dan lagi.
|
Akhirnya hati itu berlabuh pada pilihannya, dan aku hanya akan jadi penikmat semu lewat kaca jendela rumahku. Memandangmu yang tersipu olehnya sembari bergandeng tangan menikmati senja berdua disertai lantunkan nama-nama cinta.
Praduga itu telah jadi nyata dan melumat (bahagia) ku seperti gigil ombak di perbatasan. Tapi sudah jadi kewajiban untuk akhirnya kuikhlaskan.
Pada penghujung hari ini, kenang jatuh dari langit. Membuatku terbentur tegala rindu yang sudah setengah memuai itu. Kemudian dengan pena dan setengah tinta, aku menguraimu dalam kata-kata.
“Ketika itu dengan tertatih aku berjuang untuk melupakan ego dan kembali merangkulmu tapi yang ku dapat hanya kertas kosong bersampul debu. Kau berpaling semudah itu, meninggalkanku dalam sepi yang masih terlilit rantai duri. Lantas untuk apa aku berdiri sekokoh ini sekarang, untuk apa aku bertahan sampai saat ini apabila akhirnya kau akan selalu seperti ini. Kamu tahu? bertahan sampai sekarang saja rasanya sudah sangat sakit, pengen menyerah saja. Tapi aku tahu, tidak boleh egois dan berpikiran sepihak. Dan apa yang ku dapa? Luka yang bertambah dalam setiap harinya.”
Mengharapkan sesuatu yang lebih pada manusia pasti akan ada sesaknya. Tak mengapa, sebab rasa sayang ini telah tumbuh tanpa alasan. Akan tetapi, jika aku saja yang pernah sesakit itu masih bisa mengengam tali dan naik ke permukaan lagi. Lantas mengapa dirimu memilih pasrah, ketika begitu banyak tangan yang mengulurkan bantuan untuk kembali melangkah. Kenapa kamu hanya diam saja, meratapi masa lalu? Ketika aku di sini nyata dan ada untuk menghapus pilumu?
“Mengertilah” - Pesan ini semoga sampai padamu
2019 - Salam
Komentar
Posting Komentar