Cukupkan Gula Lalu Tambahkan Sedikit Cuka
Daun-daun itu basah oleh hujan yang hadir senja tadi, membawa semerbak wangi pada tanah-tanah bumi. Saat itu aku meneguk secangkir kopi yang ku seduh dengan hati-hati, ku tambahkan dua sendok gula dan mengaduknya tanpa arti. Ku bawa kopi itu ke pangkuan malam, sembari duduk di keremangan aku menyesapi pahitnya perlahan. Pada suasana malam yang semakin mendung sebab Bulan tak muncul, kuletakkan kopi pada meja kayu. Lalu ku buka album kusam yang tersimpan rapi dibalik rak itu. Lembar demi lembar membawaku kembali pada manisnya kisah yang sudah lama terkubur oleh resah, pada halaman-halaman selanjutnya manisnya berubah masam, sepertinya gula itu telah larut dan kini digantikan cuka perlahan. Meski begitu, ini hal yang baik sebab tidak berhenti pada satu titik pencapaian tertentu. Maka kita akan bisa belajar lebih untuk tau, dan memahami hal lain diluar pemahaman itu.
Sebenarnya kenapa kita harus mencukupkan gula dalam kisah kita? Bukankah selalu memiliki pengalaman manis dan menyenangkan itu justru baik. Saya tidak mengatakan bahwa itu buruk, saya juga suka manis, saya suka makan gula, setiap hal-hal mengesankan itu tidak akan memudar dengan cepat didalam memori otak kita. Mereka tersimpan di rak paling atas dengan judul “Kebahagiaanku”, akan tetapi ketika otak kita memakan serbuk kopi ia akan mudah seklai mati. Pahit itu, rasa sakit itu, benar-benar menghancurkannya. Bahkan hal sebahagia apapun itu akan hilang seketika, ketidakberdayaan diri telah membuatnya lupa jika pernah ada gula disana.
Sebab itu, mari kita tambahkan sedikit cuka. Untuk menetralkan manis dan pahit hidup kita, saya
memilih cuka sebagai posisi tengah, dimana kita tidak merasakan apa-apa. Kita butuh cuka untuk bertahan, dari kebahagiaan dan juga rasa sakit yang menghancurkan.
![]() |
- Pada saat bubuk kopi dimasukkan aku belajar ikhlas, dan ketika gula ditambahkan rasanya syukur ini tak pernah lekas- |
Jangan lupa tambahkan cuka kawan, semua hal punya lebih dari dua sisi. Menilai baik atau buruknya saja tidaklah bijak, mari menilik jalan tengahnya. Sama halnya diri kita ketika mengusahakan sesuatu dan gagal sekali, gagal lagi untuk kedua kali, maka percayalah mungkin dipercobaan ketiga semua akan terbayar tuntas.
Begitu pula tentang cinta, ketika orang pertama membuat kita retak, dan yang kedua justru membuat patah mungkin saja orang baru berikutnya akan jadi perekat yang dapat mengembalikan hati ini seperti sedia kala.
-sekian-
Komentar
Posting Komentar