Seperti Merpati
....Jangan menunduk, Sayang. Kenapa kau sia-siakan air matamu itu untuk dia?, yang bahkan tak pernah menganggapmu ada. Tegakkan kepalamu dan lihatlah masih banyak cinta disekitarmu.
Begitulah penutup dari surat yang ku tuliskan untuk Dinar, dua lembar kertas itu ku lipat rapi dan menambahkannya stiker hati di pojok kiri. Malam itu hujan begitu lebat, kata-kata yang mengurai dirinya menjadi kalimat atas tangisku yang sesak ini, tak sedikitpun terdengar oleh awan. Ku dekap surat itu di dada, merasakan Dinar yang jauh seolah-olah ada di depan mata. Seketika tangisku pecah lagi, mengingatmu yang begitu pilu senja tadi, tanpa aku bisa menghibur hati yang retak sebab tersakiti, maafkan aku untuk ini. Aku hancur, Nar. Aku kacau sekali melihatmu terisak karenanya, selama ini aku menjagamu dengan memendam rasa cinta yang begitu lama. Tapi hari ini orang yang ku jaga, justru terluka karena lainnya dan aku hanya bisa menyaksikan dari kejauhan sambil menahan perih. Basah sudah surat itu ditelan hujan dan air mata, kemudian lenyap bagai kilatan cahaya di langit sana, bahkan malam pun tak pernah tahu apa sebenarnya yang kutulis dengan sendu.
Begitulah penutup dari surat yang ku tuliskan untuk Dinar, dua lembar kertas itu ku lipat rapi dan menambahkannya stiker hati di pojok kiri. Malam itu hujan begitu lebat, kata-kata yang mengurai dirinya menjadi kalimat atas tangisku yang sesak ini, tak sedikitpun terdengar oleh awan. Ku dekap surat itu di dada, merasakan Dinar yang jauh seolah-olah ada di depan mata. Seketika tangisku pecah lagi, mengingatmu yang begitu pilu senja tadi, tanpa aku bisa menghibur hati yang retak sebab tersakiti, maafkan aku untuk ini. Aku hancur, Nar. Aku kacau sekali melihatmu terisak karenanya, selama ini aku menjagamu dengan memendam rasa cinta yang begitu lama. Tapi hari ini orang yang ku jaga, justru terluka karena lainnya dan aku hanya bisa menyaksikan dari kejauhan sambil menahan perih. Basah sudah surat itu ditelan hujan dan air mata, kemudian lenyap bagai kilatan cahaya di langit sana, bahkan malam pun tak pernah tahu apa sebenarnya yang kutulis dengan sendu.
Aku takut ingin jujur padanya tentang perasaanku, aku takut dia menolak dan justru menjaga jarak denganku. Berat sekali bukan perasaan itu, hati begitu bergejolak untuk membuat keputusan yang ‘mungkin’ akan mempengaruhi masa depan. Dilema yang amat sangat menakutkan, namanya terus saja berputar-putar dihati dan kepala. Tidurku tak pernah bisa lelap karenanya, apakah dia sedang berbahagia? Atau dia sedang lemah dan terluka. Tapi tetap saja aku belum berdaya saat ini.
![]() |
Bukannya aku tak punya keberanian mengungkapkan perasaan ini, hanya saja masih ada dia disisi. Lantas apa gunanya diriku nanti? |
Tenangkan dirimu kawan, memang perihal mengungkapkan bukanlah perkara mudah. Perlu banyak hal untuk dipertimbangkan, apalagi kalau apa yang mau kita ungkapkan itu adalah soal masa depan. Keduanya sama-sama menyakitkan, keduanya berisiko besar pada jalan hidup kita berikutnya. Tapi karena hidup adalah pilihan, mesti ada yang harus direlakan/diperjuangkan. Ikuti kata hati dan serahkan semuanya pada sang pemilik hati, bagaimana pun akhirnya itulah yang sudah lama ditakdirkan untuk kita.
Seperti merpati yang begitu memegang janji, seperti merpati yang berhak terbang tinggi, seperti merpati pula yang tak pernah keliru menemukan tambatan hati. Percayalah rencana Tuhan adalah segalanya.
Seperti merpati yang begitu memegang janji, seperti merpati yang berhak terbang tinggi, seperti merpati pula yang tak pernah keliru menemukan tambatan hati. Percayalah rencana Tuhan adalah segalanya.
“Kau bukan pecundang hanya karena kau tidak berani mengungkapkan, aku tahu kau begitu menjaganya meskipun pada akhirnya dia bukanlah belahan jiwa sesungguhnya”
-Sekian-
Komentar
Posting Komentar