Ketika Semesta Bercerita Tentangmu
Semesta tidak akan salah menuliskan cerita. Ia juga tak akan keliru mempertemukan kita dengan detak yang seirama. Berapa kali kan kau eja namanya, bila denyut itu bukan untukmu maka apa daya, waktu akan membuatnya sirna saat itu juga. Janganlah kau kecewa dengan keputusannya yang memilih meleburmu dalam tumpukan masa lalu. Sudahi saja genggaman pada tangan lembut itu, dan biarkan jemarimu menautkannya pada hati yang baru.
Laksana senja yang hadirnya tak tahan lama, biarkan ia jadi khayal dalam mimpi yang hanya seberapa. Setidaknya, malam akan jadi tempat terbaik untuk pulang dengan suka cita meskipun saat terbangun nanti, duka telah tergantung dalam dada.
Detik demi detik hidupku akan lebur bersama rasa takut akan kehilanganmu. Aku ingin tinggal lebih lama membersamaimu, meskipun hanya lewat secawan mimpi pada setiap malam yang ku punyai. Sungguh lelah untuk selalu hidup dalam resah, karenanya di bening fajar aku mengalah. Ku lepas kau ke arahnya, dan itu membuatku terdiam pada kebinggungan yang tak ada ujungnya.
Kelak waktu akan menyembuhkanku, dan semesta tersadar untuk melarung kabut pada jalananku. Aku menunggu dengan gelisah, sampai saatnya nanti dia memanggilku dengan ramah. “Wahai, cinta kemarilah.”
![]() |
-Aku hanya sehelai daun yang tak berdaya ketika melihatmu tertutup selubung air mata-
|
Seperti kisah aku dan semesta.
Kawan, apapun yang sedang dikirimkan oleh Tuhan pada kita tak pernah sia-sia. Mungkin kini setiap detiknya, akan ada kisah yang larut dalam air mata. Muncul banyak kenang yang tak akan pernah direlakan perginya, bersama seorang yang dekapnya akan membawa kita kepada suka cita.
Jangan salahkan takdir, juga jangan salahkan dirimu sendiri atas apa yang kau alami saat ini. Sakit itu adalah sepotong senja yang dikirim Tuhan dengan istimewa. Selalu ada keindahan yang sudah disiapkan esok harinya. Maka sudah selayaknya kita menghamba, memasrahkan diri hanya pada-Nya. Sembari melangitkan doa untuk pulih, baiknya kita berikan kenang pada setiap detik yang akan segera terlewati.
Begitu berat, memang berat untuk menerima takdir yang telah tertulis apabila itu semua tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan sebelumnya. Namun, sekali lagi semesta punya cara untuk menuliskan ceritanya, bahkan seisi bumi pun percaya tentang cahaya yang hadir setelah luka menjamah dirinya.
Kawan, aku mengerti saat ini kau sedang terbelenggu air mata dan jadi tawanan atas rasa sakit yang tak terkira. Tapi apa daya, aku tak punya kuasa untuk melepaskan belenggu itu darimu, tak bisa pula meringankan sakit yang menjerat kepalamu. Aku hanyalah halaman kosong yang diminta Tuhan untuk jadi tempatmu membagi sendu, ku harap kau dapat mengisinya dengan tinta-tinta basah itu. Aku hanya selembar daun yang hanyut oleh angin pada semi kala itu, dan Tuhan menjatuhkanku pada teras rumahmu yang beku.
Kawan, matamu yang tertutup selubung air mata, izinkan aku jadi bahu yang akan mengurainya. Izinkan aku jadi sampul untuk membatasimu dari pilu, serta menjadi lengan yang akan memelukmu menikmati senja beriringan dengan gema burung-burung gereja.
Mendekatlah, aku siap mendengarkan keluhmu yang tertahan hari itu. Diam hanya akan menambah perih di dada, maka yakinlah kepada kasih yang kan melepas itu dari ikatanya. Hatimu tak pantas untuk selalu dirundung luka, karena bahagiamu seluas angkasa. Jadi, melangkahlah denganku pada jalan redup ini, sebentar lagi lilin itu benderang dan membuat tempat kita makin terang.
Komentar
Posting Komentar