Sekuat Ikatan Tali


Pagi ini, aku melihatmu pergi dengan meniti tali hati yang sudah terikat kuat di tepi. Ya, hanya di tepi hatiku saja. Sebab, hatimu telah beralih padanya yang baru saja tiba. Dengan suara tercekik, aku memohon kesempatan kedua untuk menjadi baik. Dalam langkah kebingungan, aku meminta belas kasihan supaya kau tidak hilang. Aku tahu bahwa tak ada yang bisa menahan badai menghantam daun-daun di sana. Begitu pula kamu, bukan kuasaku untuk memaksamu tinggal pada rumah yang sudah membuatmu tak nyaman didalamnya.

Tetapi aku masih tidak mengerti, mengapa kau sampai pergi padahal tiada mendung yang bergelanyut dalam mimpi, tiada pula hujan yang jatuh dan menyakiti. Pun tentang hari-hari yang kita lalui, rasanya jingga selalu memerahkan senja begitu juga dengan malam yang dipeluk bulan dari kejauhan. Tak pernah kubiarkan kau sendirian pada petang, aku pun selalu berpamitan untuk setiap pertemuan. Tapi mungkin bagimu itu masih kurang, untuk bisa menjadikanku tempatmu pulang.  

Sayang, apakah setiap malam yang kita habiskan di bawah bintang adalah kesia-siaan? Kala kamu meminta pergi, dan justru mengganti seluruh waktu dengan air mata dihati. Meninggalkanku yang pucat pasi ditelan sepi hari demi hari.

Apa daya, cinta kita telah tumbang karena kelelahan. Aku yang mematung dalam kesunyian masih saja menyalahkan diri atas lepasnya kamu dari pelukan. Akan tetapi, waktu membuatku sadar bahwa apabila kau terlalu lama bersandar pada diriku yang keterlaluan, bahagiamu akan pendar.

Karenanya akan kupatahkan setiap senja, dan kukutuk rembulan pada malamnya. Supaya kau benar-benar menghilang, bersama seluruh bayang-bayang. Sebenarnya aku takut, rasanya seperti dilirik anak panah dari segala sisi. Tapi tidak benar jika memaksamu tetap di sini, padahal hati sudah tak bisa kumiliki.

Semoga kau dapatkan matanya yang selalu memandangmu dengan cinta, dan jemarinya yang menggengammu tanpa dusta. Aku di sini akan baik-baik saja.

-Untuk apa masih ku tahan erat talinya, bila ternyata hanya aku sendiri yang berusaha menggengam sekuat tenaga-

Ya, tidak ada seorang pun yang bisa menahan angin menghempas dedauan. Begitu pula aku, yang tak berdaya menahan kamu yang ingin pergi karena dia. Rasa lelah akan terus berputar-putar pada hati yang tidak puas akan apa yang dimilikinya. Rasa jenuh pun akan muncul pada diri apabila kita kurang bersyukur.

Setiap hari, seseorang berganti menjadi pribadi yang lebih baik. Setiap hari perubahan akan datang pada diri setiap individu, batasan-batasan baru, target baru dan lainnya. Dan karena itulah “bosan” datang untuk menganggu hati, jika dia kalah maka pergi adalah keputusan yang harus dimaklumi.

Ketika kita punya standar baru untuk diri kita, pilihan untuk menjauh dari orang-orang dekat yang justru akan menahan jalan kita sukses sangat diperlukan. Tapi bukan berarti meninggalkan dia saja dan pura-pura tak kenal esok harinya. Namun, ketika memutuskan untuk bergaul bersama orang-orang yang lebih kompetitif dan bisa menaikkan kualitas diri kita, jangan sampai menyakiti hati orang lain yang sudah bertahan bersama kita sebelumnya.

Mungkin kita bisa mengatur waktu, memprioritaskan hal-hal yang jauh lebih penting. Kemudian mulai mengurangi waktu kita bersama teman-teman yang toxic. Berubah menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya adalah tugas setiap manusia, akan tetapi jangan sampai membuat orang lain terluka karenanya. Ada banyak cara yang bisa dilakukan tanpa harus memutuskan sebuah hubungan (pertemanan), saling merangkul dan memahami porsi masing-masing perlu dilakukan untuk kesuksesan bersama yang akan jauh lebih mengesankan.



2019 - Salam


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Desember

EPISODE #1

KEEP TRYING