Rampai Rasa Hujan
Minggu lalu, usai sudah cerita tentang rasa yang menjadi tua. Aku menutupnya pada sebuah kotak dan telah kupastikan tak ada celah di sana, kupilih juga gembok terbaik untuk membuatnya lekat di dalam tanpa terpikir akan keluar meski sebentar. Mulai hari itu senjaku berubah biru, rasa dinginya tak mau lekas, meski pun langit beriba dengan matanya yang memerah, namun hatiku tetap biru terbayang kisah kelu bersamamu yang perlahan semu. Seperti angin yang berembus membawa kering dan hujan, mungkin begitulah hatiku yang masih begitu tak tahu malu. Sebab tak bisa lepas dari masa lalu, dan masih saja enggan menengok ke arahnya yang telah membuka lengan untuk rebah dari pilu.
Karenanya, setiap senja aku mengiba. Setiap malam aku meredam. Dan kala hujan datang aku berharap kau segera lepas dari ingatan. Tak sanggup lagi aku membawamu pada hari-hari, tak kuasa lagi aku meratapi kehilangan seorang diri, tak mampu lagi aku terus-menerus menyalahkan diri.
Pada perjalanan ini, ku harap kau segera lepas, untuk semua hal yang membuat mimpi itu tak pernah tandas. Ku mohon jangan berikan setitik air pada mawar yang ku jaga, biar saja hujan yang memberinya sukacita. Biarkan ia memudar, dan jangan lagi kau datang hanya untuk sekadar memberi harapan yang tak pernah tertuntaskan. Cukup dengan rampai rasa hujan mawar itu akan bertahan, jauh lebih baik menantikan keutuhan daripada hanya merasakan setitik tanpa kejelasan.
Kepada tuan yang masih berdiri tegak menyaksikan, ku harap engkau masih punya waktu untuk bertahan. Maafkan aku yang masih menyimpan kenang, dan memutarnya kembali setiap hujan bergelimpang. Bahkan malam pun menyaksikan darah yang berserakan pada lengan dan pena, tapi ternyata ia belum benar-benar mati dari sana. Kini aku mengerti, semakin memaksakan diri dia akan makin melekat dan tak mau pergi. Maka biarlah aku berjalan seperti ini, sampai dia sendiri lelah dan memilih pindah tanpa mengungkit kembali kisah.
Tuan, aku tidak memintamu untuk tinggal. Sebab ini pasti akan begitu menyakitkan, bila kau terus-menerus bertahan dengan hati yang tak satu tujuan. Biar ku jelaskan, aku pun tidak memintamu mengerti terhadap semua hal yang terjadi, karena ini murni kesalahan diri yang tak terampuni.
Oleh sebab itu, ku tawarkan padamu tempat lain untuk pergi dan lebih nyaman disinggahi . Bersama kembang-kembang yang memiliki bening cahaya, dengan wewangian yang membutakan mata. Mungkin itu akan cukup untuk membuat hatimu kembali bahagia. Tinggalkan aku yang masih sendu, sampai kelak waktu akan memulihkanku.
![]() |
-Hujan yang sendu karenamu, akan berganti rindu yang tak pernah usai untuknya-
|
Kita tak bisa memaksakan hati untuk melupakan, kadang itu memang sudah ditakdirkan untuk menjadi bagian dari perjalanan kehidupan. Tak bisa dipungkiri, karena kenang bersamanya yang singgah begitu lama. Kadang seorang yang sudah memberikan seluruh jiwa raga untuk membahagiakan kita justru dengan mudah terlupa.
Bila sudah seperti ini, tidak ada yang bisa disalahkan. Hanya saja hati memang perlu sedikit ketegasan untuk menyatakan.
l Untukmu yang masih bertahan? Maukah kau berdampingan denganku setiap hujan untuk melebur luka yang masih dalam genggaman?
l Untukmu yang dipertahankan? Maukah kau menjadi tega, dengan benar-benar mau melepaskan dia dalam hujan dan mendekapku tanpa ada lagi rasa yang mengganjal?
Di sisi manapun kita pilihan harus segera dibuat, jangan biarkan satu hati terluka karena keegoisan yang membakar logika. Sebab hari ini adalah lentera, untuk masa depan yang akan segera terbuka pintunya.
2019- salam
Komentar
Posting Komentar